Perdagangan ilegal spesies hewan yang terancam punah secara signifikan mengancam keanekaragaman hayati global, dengan Asia Tenggara menjadi pusat utama untuk aktivitas ilegal ini. Sebagai contoh, populasi Gajah Asia telah menurun sebesar 50% selama abad terakhir akibat perdagangan ilegal ini. Meskipun perhatian media meningkat dan kekhawatiran publik bertambah, mengubah masalah ini menjadi kebijakan efektif dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tetap menjadi tantangan besar. Studi ini secara komprehensif memeriksa dampak pembingkaian media terhadap proses penetapan agenda WTO terkait perdagangan satwa liar. Melalui analisis kualitatif laporan media, diskusi mendalam dengan informan, dan umpan balik ekstensif dari pemangku kepentingan yang diperoleh secara daring, studi ini mengungkap hambatan signifikan dalam menangani isu-isu lingkungan di dalam WTO. Penelitian ini menemukan bahwa kepentingan nasional sering kali membayangi tindakan kolektif, dan organisasi lingkungan seperti CITES sering kali memiliki pengaruh yang terbatas. Studi ini menekankan pentingnya memasukkan pertimbangan lingkungan ke dalam kerangka WTO dan mendorong kerjasama yang lebih kuat antara badan perdagangan dan kelompok konservasi untuk secara efektif memerangi perdagangan ilegal dan melestarikan keanekaragaman hayati global.

World Trade Organization, perdagangan ilegal satwa liar, pembentukan media, penetapan agenda, konservasi keanekaragaman hayati, multilateralisme, tata kelola lingkungan.