Kesepakataan Regional Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) didirikan pada tahun 2012 dan negosiasinya mulai berjalan pada tahun berikutnya. Kesepakatan tersebut merupakan langkah yang proaktif dan berarti menuju kerjasama ekonomi wilayah yang lebih kompetitif dan bermutu tinggi. Namun, terlepas dari ambisi yang membara pada awal negosiasi RCEP, hampir enam tahun telah berlalu tanpa menghasilkan kesimpulan dan penyelesaian yang berarti dalam negosiasinya. Bahkan setelah kompetisinya, Trans-Pacific Partnership (TPP) yang merupakan kompetitor RCEP sebenarnya sudah tidak aktif karena Amerika Serikat sebagai inisiator dan negara yang besar sudah meninggalkan kesepakatan tersebut yang seharusnya sudah tidak ada halangan bagi RCEP untuk maju, momentum tersebut nampak tidak signifikan untuk memajukan RCEP ini. Berangkat dari konteks di atas, maka pertanyaan kunci yang timbul adalah: “Bagaimana interpretive scheme di dalam negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) mempengaruhi stagnansinya?” Dalam menjawab pertanyaan tersebut, maka Teori Strukturasi akan digunakan untuk menyediakan analisa yang akurat dan mendalam, terkait Struktur dan Agen di dalam RCEP. Penelitian ini akan menelusuri akar permasalahan yang menunda penyelesaian negosiasi RCEP yang berlarut-larut. Dalam pengertian ini, Interpretive Scheme di dalam RCEP dan negosiasinya terlalu banyak dipengaruhi oleh bukan hanya perbedaan dan perbedaan di antara para anggotanya, tetapi juga kepentingan Geo-Politik dan Geo-Ekonomis atas kawasan tersebut.
Kata kunci: Regional Comprehensive Economic Partnership, Kesepakatan Perdagangan Mega-Regional, Teori Strukturasi, Interpretive Scheme, Negosiasi, Pemainan kekuasaan, Kepentingan